Sunday, July 8, 2018

LAPORAN


LAPORAN PRAKTIKUM HISTOLOGI DAN EMBRIOLOGI HEWAN

PENGAMATAN TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM






DISUSUN OLEH:

NAMA                      : LITA

NIM                           : F1071161030

KELOMPOK            : 2

KELAS                     : III-A





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2018



  1. TUJUAN
  1. Mengamati tahapan perkembangan embrio ayam pada berbagai umur
  2. Menggambarkan dan memberi keterangan berdasarkan pengamatan

  1. DASAR TEORI
    Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara um um sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara lain sel tunggal (yang telah dibuahi), blastomer blastula, gastrula, neuruladan embrio atau janin (Campbell, 1987).

Embrio adalah sebuah eukariota dipoid multisel dalam tahap paling awal dari perkembangan. Dalam organisme yang berkembang biak secara seksual, ketika satu sel sperma membuahi ovum, hasilnya adalah satu sel yang disebut dengan zigot yang memiliki seluruh DNA dari kedua orang tuanya. Dalam tumbuhan, hewan, dan beberapa Protista, zigot akan mulai membelah oleh mitosis untuk menghasilkan organisme multiseluler. Hasil dari proses ini disebut embrio (Susilo, 1993).

Aves merupakan salah satu hewan amniota karena janinnya mempunyai selaput embrional yang dinamakan amnion. Tipe telur aves adalah telolecithal, tetapi karena detoplasmanya banyak sekali maka dinamakan megalecithal. Bagian yang aktif pada pembelahan sel telur adalah keeping lembanganya (blastodisc). Pembelahan sudah dimulai sewaktu telur melalui oviduk, di oviduk inilah telur mendapat albumen dan selaput-selaput lainnya. Albumen kental yang berputar karena telur waktu melalui oviduk jalannya berputar-putar sehinga albumennya turut berputar-putar, ini disebut sebagai chalaza yang berfungsi untuk menjaga agar sel telur tetap terletak sentral di dalam albumen dan keping lembanganya selalu menghadap ke atas. Cangkang kapur didapat pada bagian posterior dari oviduk, dan rongga udara di antara selaput cangkang telur mula-mula sempit sekali, tetapi selama pertumbuhan embrio rongga tersebut makin tambah besar (Mirzadeh, 2010).

Pada hari pertama tampak ada rongga segmentasi yang berada di bawah area pelusida, terdapat cincin yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Hari ke dua jalur pertama pada pusat blastoderm mulai muncul, membran vitelum mulai muncul yang merupakan organ yang berperan dalam penutrisi makanan embrio. Hari ketiga embrio telah berada disisi kiri dan mulai muncul system peredaran darah, struktur jantung sudah mulai tampak berdenyut.

Pada hari ke dua puluh, kantung kuning telur sudah masuk seluruhnya ke dalam rongga perut, pada hari ke dua puluh satu ini terjadi serangkaian proses penetasan yang dimulai dengan kerabang mulai terbuka. Pada saat ini kelembaban sangat penting agar pengeringan selaput kerabang dan penempelan perut pada kerabang dapat dicegah. (Tienwati, 2001).
B. METODOLOGI

  1. Waktu dan Tempat
    Hari / Tanggal    : Selasa, 3 April 2018
    Waktu                : 07 : 30 – 09 : 30 wib         
    Tempat               : Laboratorium Pendidikan Biologi
                                 Universitas Tanjungpura
  2. Alat dan Bahan  

  1. Alat              : 1. Inkubator
                           2. Cawan petri
                           3. Gunting
                           4. Pinset
                           5. Gelas objek
                           6. Mikroskop
  2. Bahan          :  1. Telur ayam kampung
                           2. NaCl fisiologis 0,9%
                           3. Kertas saring
   3. Cara Kerja
  1. Dipilih telur ayam kampung yang telah diinkubasi selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam
  2. Dipecahkan cangkang telur yang telah diinkubasi selama 24 jam dan dituangkan ke dalam cawan petri yang telah diberi NaCl fisiologis 0,9%.
  3. Dibuat lubang pada kertas saring dengan menggunakan gunting, lubang pada kertas saring disesuaikan dengan besar embrio ayam yang akan diamati
  4. Diletakkan kertas saring di atas bakal embrio sehingga hanya bakal embrio yang tampak pada lubang kertas saring tersebut.
  5. Diangkat kertas saring dengan menggunakan pinset sehingga embrio yang telah dibersihkan ikut bersama kertas saring
  6. Dipindahkan embrio ke atas gelas objek dan diletakkan di bawah mikroskop, kemudian diamati dan digambar bagian-bagiannya
  7. Dilakukan perlakuan yang sama untuk telur dengan masa inkubasi 48 jam dan 72 jam

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


  1. Hasil Pengamatan
Penampakan telur dan Pengamatan mikroskopis
Gambar literatur
a.       Hasil 24 jam







Sumber : Arsyad.2014.Perkembangan Embrio Ayam. (online)  (http://googlewebligt.com/i?u=http://adzhar-arsyad.blogspot.com.
b.      Hasil 48 jam






Sumber: Arsyad.2014.Perkembangan Embrio Ayam. (online)  (http://googlewebligt.com/i?u=http://adzhar-arsyad.blogspot.com.
c.       Hasil 72 jam








Sumber: Arsyad.2014.Perkembangan Embrio Ayam. (online)  (http://googlewebligt.com/i?u=http://adzhar-arsyad.blogspot.com.


   2.  Pembahasan
        Pada praktikum kali ini kami mengamati perkembangan embrio ayam. Objek yang diamati pada praktikum ini yaitu embrio ayam umur 24 sampai 72 jam.  Percobaan pembuatan sediaan wholemount (sediaan embrio ayam) memerlukan telur ayam yang fertil ayam kampung (Gallus domesticus), yang telah diinkubasi atau dierami selama satu sampai tiga hari, hal ini dilakukan karena pada periode tersebut terbentuk tiga lapisan, primer pada embrio yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm.
        Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengamatan, embrio ayam pada umur inkubasi 24 jam belum terlihat jelas dengan struktur yang masih sangat sederhana. Menurut Djuhanda (1981), perkembangan embrio ayam umur 24 jam terbentuk bagian-bagian yang masih sederhana. Struktur embrio telah terbentuk yaitu stria primitive, mesoderm, proamnion, mesenkim, pulau-pulau darah, somit, usus depan, notokord, lipatan neural dan vesikula amnio-kardiak. Mesoderm telah membentuk 4-5 pasang somit yang keduanya di kiri-kanan notokord dibagian tengah embrio. Lipatan neural telah mendekat satu sama lain. Persatuan lipatan neural pertama-tama terjadi di muka somit-somit pertama.
        Permulan pembentukan daerah embrio yaitu dengan terbentuknya keeping neural. Dari keeping ini terjadi lipatan neural. Dalam hal ini lapisan anterior dari keping neural membentuk suatu peninggian dan tumbuh ke muka di atas ektoderm. Kemudian lipatan kepala yang kelak berdiferensiasi menjadi kepala. Di antara lipatan kepala dan ectoderm, di bawahnya terjadi suatu struktur yang mempunyai kantong yang disebut kantong subsefalik (Yatim, 1983).
        Embrio ayam yang diinkubasi 48 jam terdapat bagian amnion, prosencephalon, terlihat struktur otak bagian rhombencephalon berkembang menjadi metecenphalon dan myelencephalon. Menurut Djuhanda (1981), embrio ayam yang diinkubasi 48 jam memiliki otak dan sumsum tulang belakang yang paling terkemuka dari semua organ. Otak ini terbagi menjadi tiga bagian yang akan mengalami diferensiasi. Vesikula optik pada dasarnya menyempit dan memanjang sehingga terbentuklah tangkai optik yang tumbuh dari arah lateral ke arah ectoderm.

        Hasil pengamatan embrio ayam yang diinkubasi 72 jam yang diamati dibawah mikroskop sudah terlihat garis-garis warna merah yang merupakan petunjuk mulainya sistem peredaran darah. Menurut Djuhanda (1981), embrio ayam yang diinkubasi 72 jam telah melakukan torsi pada seluruh panjang tubuhnya. Pada kedua sisi embrio ayam terbentuk dua selubung yang menadakan adanya pembentukan kaki. Perkembangan selanjutnya yaitu pembentukan tunas kaki yang semakin jelas. Penempatan yang tepat dari tunas kaki ini akan menyebabkan diferensiasi pada beberapa sel tunas kaki menjadi tulang rawan, sel lain menjadi otot, pembentukan tunas kaki depan menjadi sayap dan tunas kaki belakang menjadi kaki. Pencerminan perkembangan dari struktur di bagian tubuh yang berlawanan ini seluruhnya terpusat pada regulasi morfogenesis dan diferensiasi dalam perkembangan embrio.
         Jika telur ayam menetas pada hari ke 20-21 maka telur menetas pada waktu yang sesuai, berarti suhu yang digunakan pas dan sesuai apabila terlalu cepat menetas contoh menetas pada hari 18-19 berarti suhunya terlalu tinggi dan lebih baik diturunkan. Kalau telur ayam terlambat menetas contoh menetas pada hari ke 23 maka suhunya terlalu rendah dan kondisi suhu perlu dinaikkan, untuk  mengatur suhu yang tepat maka bias dilakukan dengan cara menaikkan atau menurunkan suhu per 0,5 derajat, apabila masih kurang memuaskan bias menyetelnya lagi. Apabila sudah mentok seperti suhu terendah 37 dan tertinggi 39 derajat celcius tapi daya tetasnya masih rendah mungkin ini berasal dari kelembaban yang kurang pas atau bias dari kualitas telur yang kurang bagus.

          Pada percobaan ini telur diberi NaCl. NaCl 0,9% berfungsi untuk mengoptimalkan suhu embrio agar suhunya tetap sama pada saat ketika embrio berada dalam cangkangnya.



  1. KESIMPULAN
  1. Kesimpulan
    1. Struktur embrio ayam yang terlihat pada umur inkubasi 24 jam memiliki struktur tertentu yang masih sederhana
    2. Embrio ayam yang diinkubasi 48 jam terdapat bagian amnion, prosencephalon, terlihat struktur otak bagian rhombencephalon berkembang menjadi metecenphalon dan myelencephalon.
    3. Embrio ayam yang diinkubasi 72 jam yang diamati sudah terlihat garis-garis warna merah yang merupakan petunjuk mulainya sistem peredaran darah.
    4. Suhu penetasan telur ayam yang ideal berkisar dari 37 sampai 39 derajat celcius.
    5. NaCl 0,9% berfungsi untuk mengoptimalkan suhu embrio agar suhunya tetap sama pada saat ketika embrio berada dalam cangkangnya.

Referensi

Adnan. 2008. Perkembangan Hewan. Makassar: Biologi FMIPA URM

Djuhanda, T.1981. Embriologi Perbandingan. Bandung : Armico

Hardi, Susilo.1993.Struktur dan Perkembangan Hewan. Yogyakarta : Fakultas Biologi UGM

Mirzadeh, Z F. Doetsch, K. Sawamoto, H. Wichterle, and A, A Bullya.2010. The Subventricular Zone En-Face: Wholemount Staining and Ependymal Flow. Journal of Visualized Experiments. 7 (1): 34-46.

Tienwati.2001. Biologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Yatim, W.1983. Embriologi. Bandung: Tarsito

No comments: